Jumat, 06 Januari 2012

MODEL KOMUNIKASI INTERAKSIONAL

Komunikasi adalah "suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain". Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang berarti 'sama'. Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to common). Secara sederhana komuniikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to understand one another).
Sejarah: Pada awalnya, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, komunikasi transaktif, komunikasi bertujuan|bertujuan, atau komunikasi tak bertujuan/tak bertujuan.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan industrialisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah:
  • Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
  • Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
  • Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
  • Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
  • Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.

Komunikasi Interaksional

Selayaknya makhluk sosial, kita pasti membutuhkan komunikasi dengan orang lain, bisa dalam jumlah kecil ataupun jumlah banyak (kelompok). Komunikasi ini dilakukan untuk menjalin hubungan antar makhluk satu dengan yang lainnya. Menurut Thomas M Scheidel kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita dan mempengaruhi orang lain, merasa berpikir atau berperilaku seperti yang kita inginkan. Jadi menurutnya tujuan utama kita berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi lingkungan fisik dan psikologis kita. Penelitian Susan Curtis menunjukkan bahwa komunikasi amat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian.
Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan dan ikatan emosional dengan makhluk sosial lain. Hal ini dapat terjadi jika kita melakukan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua atau beberapa orang yang berlangsung secara tatap muka sehingga sang penerima pesan dapat menangkap dan menanggapinya juga secara langsung. Komunikasi interpersonal seringkali dilakukan secara verbal dan juga dilakukan dengan intensitas yang tinggi agar terbentuk hubungan yang dekat. Komunikasi interpersonal dengan masing-masing orang berbeda tingkat kedalaman komunikasinya, tingkat intensifnya dan tingkat ekstensifnya. Komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang yang baru berkenalan tentu saja berbeda dengan komunikasi interpersonal yang terjadi antara sahabat atau pacar. Dengan komunikasi interpersonal ini kita dapat semakin mendalami sifat seseorang.
       Model komunikasi interaksional itu sendiri merupakan komunikasi yang terjadi dua arah, yaitu komunikasi yang dilakukan bisa dari pengirim ke penerima pesan dan juga dari si penerima pesan kepada pengirim pesan. Dalam model komunikasi interaksional ini manusia cenderung dilihat lebih aktif dalam memberikan dan menerima respond an dalam member dan menerima stimulus. Model ini sangat sulit jika digambarkan dengan model diagram, dan akan lebih mudah jika digambarkan dengan model verbal. Seorang ahli, Blumer, menjelaskan tiga premis yang mendasari model ini :
  • Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya (symbol verbal, symbol nonverbal, lingkungan fisik).
  • Makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu dengan lingkungan sosialnya.
  • Makna diciptakan, dipertahankan dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Dua orang dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi. Interaksi yang terjadi inilah yang dinamakan komunikasi. Salah satu fungsi komunikasi adalah menyampaikan apa yang ada di pikirannya atau perasaannya kepada orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi orang-orang di sekitar kita dan hal ini yang mendasari mengapa seringkali manusia berubah mengikuti lingkungan dimana ia berada.
Model komunikasi interaksional menekankan pada komunikasi yang berjalan dua arah. bila dalam model linear komunikasi berjalan hanya sebatas komunikator mengirim pesan dan komunikan yang menerima pesan. Namun dalam model komunikasi interaksional, komunikator dan komunikan bisa mengirim dan menerima pesan. penekanan model komunikasi yang melingkar memungkinkan suatu saat seseorang bisa mengirim pesan dan disaat yang lain seseorang tersebut bisa menerima pesan dari orang lain. Proses tersebut menunjukkan bahwa komunikasi akan selalu berlangsung. Namun perlu diketahui jika seseorang menjadi pengirim pesan atau penerima pesan dalam sebuah interaksi, bukan berarti seseorang bisa memainkan kedua peran tersebut sekaligus.
Elemen yang terpenting dalm komunikasi ini adalah adanya umpan balik (feedback) dari lawan bicara. Adanya umpan balik merupakan bukti bahwa pesan telah terkirim dan telah sampai kepada lawan bicara. Tanggapan (umpan balik) bisa berupa pesan verbal maupun pesan non verbal, sengaja maupun yang tidak sengaja. Adanya umpan balik ini membantu komunikator untuk mengetahui sejauh mana pesan telah disampaikan dan sejau mana pencapaian makna terjadi. Dalam model komunikasi interpersonal, suatu umpan balik merupakan respon setelah pesan dikirim atau dapat dirasakan ketika pesan telah dikirim bukan terjadi bersamaan pengiriman pesan. contoh Anda adalah seorang dosen di suatu universitas. Model komunikasi interaksional akan terlihat mana kala Anda sedang mengajar dikelas. Ketika anda mengajar, Anda sedang member informasi kepada mahsiswa, artinya Anda berperan sebagai pengirim pesan dan murid Anda sebagai penerima pesan saat itu. Gerakan anggukan dan sahutan dari murid Anda-lah yang disebut umpan balik. Dari berbagai ekspresi yang mereka gambarkan akan membantu Anda untuk mngetahui sejauh mana penjelasan Anda ditangkap oleh para murid. Namun saat diskusi tiba, ketika salah satu murid memberi pendapat maka dia berperan sebagai komunikator dan Anda sebagai komunikan. Begitu seterusnya terjadi sehingga komunikasi akan terus selalu berjalan.
 Elemen terakhir dalam model ini adalah bidang pengalaman (field experience) seseorang, atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan yang lainnya. Ketika berinteraksi seseorang akan membawa pengalaman yang pernah dialaminya dan kemudian dibagikan kepada yang lain. Misalnya Anda seorang dosen, ketika berbicara didepan kelas mengenai pola komunikasi yang terjadi di Amerika. Selain mendapat informasi dari buku referansi yang Anda baca, tetapi juga dari pengalaman Anda yang pernah tinggal lama disana, mungkin orangtua Anda adalah keturunan Amerika, dan seterusnya. Anada akan lebih percaya diri dalam mengajar, karena pengalaman tersebut memberi banyak informasi tentang pola komunikasi di Amerika. Sama halnya ketika sepasang kekasih berkencan. Sepasang kekasih ini merupakan dua orang dengan pengalaman yang berbeda, latar belakang keluarga yang berbeda, tempat tinggal, kebiasaan, adat istiada, agama, bahasa, dan pendidikan. Masing-masing dari mereka akan menceritakan pengalaman-pengalaman mereka selama ini. Pengalaman-pengalaman ini (dan yang lain) akan mempengaruhi bagaimana dua orang ini ketika bersama dan hampir pasti akan mempengaruhi cara keduanya mempertahankan hubungan mereka.
Seperti pandangan linear, model interaksional juga telah dikritisi. Pertama-tama, model ini menyatakan bahwa satu orang bertindak sebagai pengirim dan sementara yang lain bertindak sebagai penerima dalam sebuah proses komunikasi. Kritik yang relevan terhadap model interaksional ini berkaitan dengan umpan balik. Apa yang terjadi ketika seseorang mengirim pesan nonverbal dalam sebuah interaksi? Tersenyum, cemberut, atau mengalihkan pembicaraan dalam sebuah interaksi antara dua orang selalu terjadi. Dalam sebuah interaksi antara ibu dan anak misalnya, seorang ibu mungkin saja memarahi anaknya sambil terus menerus memperhatikan prilaku nonverbal anaknya. Apakah ia tertawa?atau sedih? Atau apakah dia mendengarkan ibunya? Tiap prilaku ini akan mempengaruhi si ibu untuk menyesuaikan pesannya ketika ia berbicara dengan anaknya. Pandangan interaksional berasumsi bahwa dua orang berbicara dan mendengarkan, tetapi tidak dalam saat bersamaan.

ABORSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

          Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
          Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
          Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
          Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia.
Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
1.2 Rumusan Masalah
          Adapun problem yang perlu dibahas dalam makalah ini adalah mengenai bagaimankah Aborsi, yakni:
1.      Bagaimanakah Aborsi?
2.      Mengapa Aborsi dilakukan?
3.      Bagaimanakah pelaku Aborsi?
4.      Bagaimanakah tindakan Aborsi?
5.      Bagaimanakah perbedaan Aborsi di Dalam Negeri dan di Luar  Negeri?
1.3 Tujuan
          Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui bagaimanakah Aborsi?
2.      Mengetahui mengapa Aborsi dilakukan?
3.      Mengetahui bagaimanakah pelaku Aborsi?
4.      Mengetahui bagaimanakah tindakan Aborsi
5.      Mengetahui bagaimanakah perbedaan aborsi di Dalam Neger dan di Luar Negeri?
1.4 Metode Penulisan
          Sistematika penulisan makalh ini terdiri dari 4 bab utama. Bab I berisi tentang latar belakang dari penulisan makalah ini, rumusan masalah, tujuan diadakannya penulisan dan metode penulisa makalah ini. Bab II merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang tinjauan pustaka, yang membahas materi/pokok bahasan makalah ini, yakni tentang ‘’ABORSI”. Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dan saran. Dan bab IV adah daftar pustaka atau literatur sumber makalah ini.  
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aborsi

          Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Aborsi adalah masalah yang menstimulasi diskusi sengit tentang moralitas, hak-hak wanita ntuk mengontrol tubuh dan reproduksi mereka, dan awal kehidupan.
        Aborsi telah dilakukan sejak jaman dahulu. Keamanan dan ketersediaan aborsi di Amerika Serikat telah meningkat sejak keputusan Mahkamah Agung tahun 1973, Roe v. Wade. Aborsi juga lebih aman dan murah ketika di lakukan pada minggu awal awal kehamilan. Hal ini memungkinkan peningkatan pemeriksaan kehamilan dan lebih akuratnya diagnosis dini. Ketersediaan aborsi, bagaimana pun, tetap lemahdan tidak pasti. Pilihan komunitas yang menunjukkan hak untuk hidup, hasil pemilihan atau penunjukkan pada kantor atau posisi yang bersifat politis, pemberian nasihat oleh kelompok ‘’pro-life’’ dan ‘’pro-choice’’, dan peningkatan pebggunaan tindak kekerasan terhadap wanita dan pekerja di klinik aborsi semua adalah tekanan yang dapat mengubah kembali hukum federal dan negara bagian.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.   Aborsi Spontan / Alamiah
          Berlangsung tanpa tindakan apapun.  Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma

2.   Aborsi Buatan / Sengaja
          Adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). 

3.   Aborsi Terapeutik / Medis
          Adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.  Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

2.2 Alasan Aborsi
          Aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil - baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Akan tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan yang non-medis (termasuk jenis aborsi buatan / sengaja).
Di Amerika, alasan-alasan dilakukannya aborsi adalah:
1.   Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau
     tanggung jawab lain (75%)
2.   Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3.   Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
          Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
          Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada didalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar. Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
        Data ini juga didukung oleh studi dari  Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
          Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri – termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.  
2.3 Pelaku Aborsi
          Profil pelaku aborsi di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi gambaran dibawah ini memberikan kita bahan untuk dipertimbangkan. Seperti tertulis dalam buku “Facts of Life” oleh Brian Clowes, Phd:
Para wanita pelaku aborsi adalah:
1.      Wanita Muda

Lebih dari separuh atau 57% wanita pelaku aborsi, adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja berusia dibawah 19 tahun.


USIA
JUMLAH
%
Dibawah 15 tahun
14.200
0.9%
15-17 tahun
154.500
9.9%
18-19 tahun
224.000
14.4%
20-24 tahun
527.700
33.9%
25-29 tahun
334.900
21.5%
30-34 tahun
188.500
12.1%
35-39 tahun
90.400
5.8%
40 tahun keatas
23.800
1.5%
2.      Belum Menikah
          Jika terjadi kehamilan diluar nikah, 82% wanita di Amerika akan melakukan aborsi. Jadi, para wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan memilih membunuh anaknya sendiri.
          Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena didalam adat Timur, kehamilan diluar nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.  
2.4 Tindakan Aborsi
Ada 2 macam tindakan aborsi, yaitu:
1.   Aborsi dilakukan sendiri
2.   Aborsi dilakukan orang lain
1.      Aborsi dilakukan sendiri
          Aborsi yang dilakukan sendiri misalnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin, atau dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
2.      Aborsi dilakukan orang lain
          Orang lain disini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang digunakan juga beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dilakukan dalam
5 tahapan, yaitu:
1.   Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan
2.   Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan
3.   Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan
4.   Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa
5.   Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah / sungai, dikubur di
     tanah kosong, atau dibakar di tungku

          Sedangkan seorang dukun beranak biasanya melaksanakan aborsi dengan cara memberi ramuan obat pada calon ibu dan mengurut perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, sebab pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malah membawa cacat bagi janin dan trauma hebat bagi calon ibu.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
  2.5 Perbedaan Kebijakan aborsi di Indonesia dan Amerika
1. Kebijakan Aborsi di Amerika

           Pada tahun 1996 terjadi peristiwa yang mengejutkan publik Amerika , Paul Hill seorang mantan pendeta Presbyterian menyerang klinik aborsi Ladies Center di Pensacola, Florida dan menembak mati dua orang dokter dan seorang perawat serta melukai beberapa orang lainnya.
          Peristiwa tersebut menandai titik ekstrim dari peseteruan kelompok pro live dan pro choise di Amerika Serikat. Isu aborsi yang terbagi dalam kedua mazhab besar ini bisa menyebabkan seorang politisi di Amerika Serikat naik atau terdepak dari kursinya. Perdebatan antara kedua kutub ini mulai terjadi ketika aborsi dilegalkan di Amerika Serikat pada tahun 1973.
          Pro Live berargumen bahwa setiap manusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak seseorang untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia universal, sementara kelompok pro choise beranggapan bahwa seorang perempuan berhak menentukan pilihan atas tubuhnya, dan hak menentukan pilihan adalah hak asasi manusia yang harus dilindungi.
           Kubu pro choise semakin menguat bukan saja di Amerika melainkan juga di dunia pada masa Bill Clinton berkuasa. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat pada waktu itu menguntungkan kubu pro choise diantaranya pengucuran dana pemerintah kepada klinik-klinik aborsi (yang kemudian dihentikan pada masa George W Bush berkuasa).
Selain itu di dunia internasional pemerintah Amerika Serikat berhasil mensponsori dan mempengaruhi banyak negara di dunia untuk mendukung kebijakan yang condong ke kutub pro choise dalam konvensi-konvensi badan dunia PBB dalam hal kependudukan,
keluarga dan perempuan
.

2. Kebijakan Aborsi di Indonesia

          Indonesia termasuk salah satu negara yang menentang pelegalan aborsi dalam konvensi-konvensi badan dunia PBB, satu kubu dengan negara-negara muslim dunia, sebagian negara Amerika Latin dan Vatikan.
          Di Indonesia aborsi dianggap ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Oleh karena itulah praktek aborsi dapat dikenai pidana oleh negara. Fatwa lembaga keagamaan pun rata-rata mendukung kebijakan pemerintah tersebut , misalnya fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah tahun 1989 tentang aborsi yang menyatakan bahwa aborsi dengan alasan medik diperbolehkan dan aborsi dengan alasan non medik diharamkan.
          Akan tetapi bisakah Indonesia digolongkan dalam kubu pro live. Jawabnya bisa ya bisa tidak. Walaupun kebijakan pemerintah Indonesia dengan melarang parktek aborsi condong ke kubu pro live akan tetapi kebijakan lainnya justru mendorong terjadinya
praktek aborsi. Diantaranya larangan bagi siswa/i yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah untuk menikah. Kebijakan inilah yang mendorong terjadinya praktek aborsi, siswi yang hamil akan dikeluarkan dari sekolah dan dilarang untuk melanjutkan studynya, selain oleh karena tekanan orang tua, masyarakat dan lingku-ngan. Karena itulah aborsi menjadi pilihan terbaik dari yang terburuk yang bisa diambil oleh seorang remaja
yang hamil diluar nikah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
          Aborsi berasal dari kata ‘’abortus’’ yang berarti pengeluaran hasil konsepsi     (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Aborsi di bagi menjadi tiga macam yaitu : aborsi secara alamiah / spontan, aborsi disengaja / buatan dan aborsi terapeutik / medis. Pelaku Aborsi kebanyakan di lakukan oleh wanita muda dan belm meniakh. Orang-orang yang melakukan aborsi, kebanyakan karena malu. Mereka tidak memikiran bahwa janin tersebut juga mempunyai hak untuk hidup, dan perbuatan yang mereka lakukan juga merupakan sebuah dosa besar. Aborsi dapat di lakukan oleh diri sendiri maupun dilakukan oleh orang lain.  
 

HIPOKALEMIA

BAB I
PENDAHULUAN

      Hipokalemia (K+ serum < 3,5 mEq/L) merupakan salah satu kelainan elektrolit yang ditemukan pada pasien rawat inap. Di Amerika, 20% dari pasien rawat-inap didapati mengalami hipokalemia1, namun hipokalemia yang bermakna klinik hanya terjadi pada 4—5% dari para pasien ini. Kekerapan pada pasien rawat-jalan yang mendapat diuretik sebesar 40%. Walaupun kadar kalium dalam serum hanya sebesar 2% dari kalium total tubuh dan pada banyak kasus tidak mencerminkan status kalium tubuh; hipokalemia perlu dipahami karena semua intervensi medis untuk mengatasi hipokalemia berpatokan pada kadar kalium serum. 


BAB II
Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular
        Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
       Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
       Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

Deplesi Kalium
      Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka2.
Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
     Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
Kehilangan K+ Melalui Ginjal
     Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia
Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung 2
     Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko stroke.
Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
      Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.
Derajat Hipokalemia
      Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa.
Hipokalemia pada Anak
      Hipokalemia pada anak juga merupakan gangguan elektrolit yang lazim dijumpai dan memiliki manifestasi beragam serta serius, seperti kelumpuhan otot, ileus paralitik, kelumpuhan otot pernapasan, aritmia jantung, dan bahkan henti jantung. Dari suatu kajian prospektif terhadap 1350 anak yang dirawat-inap6, diagnosis hipokalemia dipikirkan pada setiap anak dengan diare akut dan kronik dengan gambaran klinik leher terkulai, kelemahan anggota gerak, dan distensi abdomen. Sebanyak 38 anak didiagnosis sebagai hipokalemia, dengan gejala bervariasi sebagai berikut:
      Sebanyak 85% dari anak yang hipokalemia tersebut mengidap malnutrisi dan 50% di antaranya dikategorikan malnutrisi berat. Berbagai etiologi hipokalemia mencakup gastroenteritis akut dan kronik, renal tubular asidosis, bronkopneumonia, serta penggunaan diuretik. Pemberian kalium oral (20 mEq/L) pada kasus ringan dan infus intravena 40 mEq/L pada kasus berat, diketahui aman dan efektif mengatasi hipokalemia.
Hipokalemia pada Pasien Bedah7
     Hipokalemia lazim dijumpai pada pasien bedah. K+ < 2,5 mmol/L berbahaya dan perlu tatalaksana segera sebelum pembiusan serta pembedahan. Defisit 200—400 mmol perlu untuk menurunkan K+ dari 4 ke 3 mmol/L. Demikian juga defisit serupa menurunkan K+ dari 3 ke 2 mmol/L.
Sebab-sebab
  • Asupan berkurang: asupan K+ normal adalah 40—120 mmol/hari. Umumnya ini berkurang pada pasien bedah yang sudah anoreksia dan tidak sehat.
  • Meningkatnya influks K+ ke dalam sel: alkalosis, kelebihan insulin, B-agonis, stress, dan hipotermia. Semuanya menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Tidak akan ada deplesi K+ sejati jika ini adalah satu-satunya penyebab.
  • Kehilangan berlebihan dari saluran cerna: muntah-muntah, diare, dan drainase adalah gambaran khas seorang pasien sebelum dan setelah pembedahan abdomen. Penyalahgunaan pencahar pada usia lanjut biasa dilaporkan dan bisa menyebabkan hipokalemia pra-bedah.
  • Kehilangan berlebihan dari urin: hilangnya sekresi lambung, diuretik, asidosis metabolik, Mg++ rendah, dan kelebihan mineralokortikoid menyebabkan pemborosan K+ ke urin. Mekanisme hipokalemia pada kehilangan cairan lambung bersifat kompleks. Bila cairan lambung hilang berlebihan (muntah atau via pipa nasogastrik), NaHCO3 yang meningkat diangkut ke tubulus ginjal. Na+ ditukar dengan K+ dengan akibat peningkatan ekskresi K+. Kehilangan K+ melalui ginjal sebagai respons terhadap muntah adalah faktor utama yang menyebabkan hipokalemia. Ini disebabkan kandungan K+ dalam sekresi lambung sedikit. Asidosis metabolik menghasilkan peningkatan transpor H+ ke tubulus. H+ bersama K+ bertukar dengan Na+ , sehingga ekskresi K+ meningkat.
  • Keringat berlebihan dapat memperberat hipokalemia.
Risiko
  • Aritmia jantung, khususnya pada pasien yang mendapat digoksin.
  • Ileus paralitik berkepanjangan
  • Kelemahan otot
  • Keram
Pendekatan Diagnostik
  • Anamnesis biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.
  • pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
Hipokalemia pada Pasien Stroke8
      Dalam suatu kajian observasi terhadap 421 pasien stroke, 150 pasien infark miokard, dan 161 pasien rawat-jalan dengan hipertensi, didapatkan hasil sebagai berikut:8 Hipokalemia didapatkan lebih sering pada pasien stroke dibandingkan pasien infark miokard, yakni 84 (20%) vs 15 (10%), p = .008) atau pasien hipertensi 84 (20%) vs 13 (8%), p < .001. Bahkan, ketika pasien yang diberi diurteik dikeluarkan dari analisis 56 (19%) vs 12 (9%) kelompok pasien infark, p = .014 dan 56 (19%) vs 4 (5%) kelompok hipertensi, p = .005, masing-masing. Pada analisis terhadap kelangsungan hidup, kadar kalium yang lebih rendah ketika pasien masuk berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian.
Tatalaksana Hipokalemia
     Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
Jumlah Kalium
     Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.
       Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 5.
Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
      Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.
Koreksi Hipokalemia Perioperatif
  • KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-.
  • Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.
  • Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik.
  • Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.
Kalium iv
  • KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.
  • Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
  • Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
  • Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
  • Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.


BAB III
Kesimpulan

       Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang cukup sering dijumpai dalam praktik klinik, dan bisa mengenai pasien dewasa dan anak. Berbagai faktor penyebab perlu diidentifikasi sebagai awal dari manajemen. Pemberian kalium bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti oleh para klinisi, seandainya diketahui kecepatan pemberian yang aman untuk setiap derajat hipokalemia. Pemberian kalium perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien penyakit jantung, hipertensi, stroke, atau pada keadaan-keadaan yang cenderung menyebabkan deplesi kalium.